Hari Raya Nyepi

Sumber: Lontar Cundarigama

Tilem Kesanga
Atta ring cetra masa, Tilem Kunang, sasucening watek Dewata Kabeh, hana ring telenging samudra, met sarinning amrta kamandalu, yoga mwang kabeh ngaturaken puja krti, ring sarwa Dewata, keyeki kramania. Catur daci ikang krsna paksa, agawyakna Bhuta Yadnya , rikang catus pataning desa, nistania pancasata, madyana pancasanak, utamania Tawur Agung Yamaraja, pinuja dening Sang Maha Pandita, siwa budha sakawu-kawu kunang sega mancawarna, 9 tanding, iwak sakta brumbun rinancana, saha tabuh tok, arak, genahing acaru ring dengen, sambut Sang Bhutaraja mwang Sang Kalaraja. Mwang balapan sasah 108 tanding iwaknia jejeron mentah, segehan agung 1, sorenia glarakna ikang tawur kabeh, ring lwang nikang dauh kala, nga. Telasing tawur, ngrupuk, nga, ika mantukakna ikang Bhuta kala kabeh angunduraken sasab mrana. Crana obor-obor, gni saprakpak, sembur, maswi, mantra dening sarwa tatulak wisya, mwang penyengker agung, iderin saumah dening geni ika, telas mangkana ikang mwang sajalwistrinia, abyakalan ing natar, ayabin sesayut pamyakala, lara melaradan prayascita. Enjangnia anyepi mati geni ika tan wenang anyambut karya salwirnia, mwang agni-agni kunang, ri saparaning genahnia. Gelarakna yoga samadhi.
artinya:
Tersebutlah menjelang sasih kesaanga, yang disebut Cetramasa, terutma pada bulan mati / tilem adalah hari untukbersucian para Dewa semua, di laut, guna menikmati inti hakikat air suci kehidupan abadi. Karena itu seyogyanyalah orang-orang menghaturkan puja bakti kehadapan para Dewata, dengan tata cara sebagai berikut: Pada panglong ping 14 sasih kesanga, hendaknya melakukan upacara mecaru/ bhuta yadnya diperempatan desa pekraman. Adapun tingkatannya adalah sekecil-kecilnya dengan caru pancasata ( ayam 5 ekor ), tingkatan menengah dengan pancasanak ( dasar caru ayam 5 ekor, ditambah itik bulu sikep sebagai ulu ), sedangkan dalam tingkatan utama ialah tawur agung ( Panca walikrama ), yang memakai Yamaraja. Bhuta yadnya tersebut dipuja oleh Sang Maha Pandita ( Pedanda, Rsi, Empu ). 
Dalam pekarangan rumah dilakukan upacara pasuguh-suguh, yang berbentuk segehan mancawarna, banyaknya sembilan tanding, dengan ikan ayam brumbun yang diolah, petabuh tuak dan arak. Adapun caru tersebut diupacarakan di dengen ( di muka pekarangan rumah ), yang disuguhkan kepada Sang Bhutaraja, Sang bhutakala, dan Kalabala diberi suguhan dengan segeh nasi sasah 108 tanding, berisi jeroan mentah, serta segehan agung satu tanding. Pada menjelang sanikala/sore sepatutnya tawur itu dilakukan semuanya. Apabila tawur itu selesai, barulah dilakukan Pangrupukan, inilah suatu jalan upacara yang bertujuan daapat mengembalikan Bhutakala serta membatalkan semua usahanya membuat marabahaya. Adapun alat-alatnya adalah melakukan obor-obor dengan api saprakpak, sembur maswi dengan diantar puja mantra penolak bala, mantra penyengker agung, dengan mengelilingi pekarangan perumahan dan membawa api/obor. Setelah selesai melakukan obor-obor, maka orang-orang dalam keluarga baik laki maupun perempuan melakukan upacara abyakala ditengah pekarangan serta natab sesayut pamyakala, lara malaradan dan prayascita.
Keesokan harinya, lakukan sipeng, amati geni, amati karya, amati lelungaan dan amati lelanguan. Yang penting diperhatikan, bagi mereka yang mendalami ajaran brata smadi, patut melakukan yoga samadi pada hari itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG PALING SERING DIBACA