HAKEKAT DARI BRAHMAN

oleh Alm Bapak Gelgel Sudarsana

Dasar keyakinan pertama dari agama hindu adalah Brahman yaitu percaya dengan adanya Tuhan Yang Maha Esa. Menurut tattwa hindu ada tiga cara untuk mengetahui  tentang keberadaan sesuatu yang ada dan yang terjadi di alam jagat raya ini. Ketiga cara itu disebut dengan istilah TRI PRAMANA yang berarti tiga ukuran/jalan/cara untuk mengetahui dan meyakini sesuatu. Tri Pramana juga merupakan tingkatan kemampuan seseorang dalam meyakini sesuatu yang bersifat tidak kasat mata (gaib) seperti keyakinan tentang adanya yang Maha Gaib, para Bethare, Dewa dan Bhuta Kala.

Tingkatan Tri Pramana yang pertama adalah Agama Pramana atau disebut juga Sabda Pramana yaitu keyakinan terhadap sesuatu berdasarkan sabda yang terdapat dalam kitab-kitab suci, wejangan dari orang-orang yang sudah dianggap suci dan memahmi kitab-kitab suci. Bagi mereka yang masih berada dalam tingkat keyakinan ini, akan sangat percaya dengan apa yang sudah tertulis dalam kitab suci dan wejangan dari orang-orang suci, seperti, dalam weda dikatan bahwa Tuhan itu hanya satu sama sekali tidak ada duanya (Om Tat Sat Ekam Eva Adwityam Brahman), percaya dengan adanya para dewa, Bethare dan Bhuta Kala mahkluk lain yang diciptakan Tuhan. Percaya dengan apa yag sudah diwariskan oleh para leluhur, seperti pembuatan sesajen yang beraneka ragam, menyembah kepada para Dewa dan Bethare. Memiliki rasa ketakutan akan disalahkan oleh leluhurnya seandainya hal tersebut tidak dilaksanakan atau istiah yang populer di Bali anak sube keto dapet uling pidan. Bagi orang yang memiliki intelek lebih tinggi kadang-kadang mereka cendrung masih ingin menguji kebanaran dari isi kitab suci dan wejangan-wejangan dari para orang suci tersebut. Mereka belum merasa puas dengan apa yang sudah mereka dapatkan, mereka berpikir dan terus berpikir, menganalisa, mengkaji, merenung, apakah benar Tuhan itu satu, apakah benar para Dewa dan Bethare itu patut untuk disembah, apakah benar Bethare memakan atau menikmati sesajen begitu banyaknya, apakah benar Mpu Geni Jaya dan para Mpu lainnya itu sudah ketemu dan bersatu dengan Tuhan? Dan masih banyak pertanyaan lainnya yang mereka ingin memperoleh jawabannya. Kelompok orang seperti ini disebut orang yang sudah menempuh tingkatan kedua dari Tri Pramana yaitu Anumana Pramana. Tingkatan ketiga dari Tri Pramana adalah Pratyaksa Pramana. Mereka yang keyakinannya sudah berada pada tingkat kedua yaitu Anumana Pramana dimana mereka dengan gigih dan teguh hati melakukan pencarian baik dengan cara langsung membaca kitab suci atau dengan melaksanakan pensucian diri melalui Trikaya Parisudha dan Catur Marga dengan malaksanakan Tapa, Brata, Yoga, Semadhi, sehingga pikiran dan mata hatinya bersih dan bisa melihat yang gaib dan bahkan dapat berkomunikasi dengan gaib. Mereka ini disebut orang yang sudah berada pada tingkatan Pratyaksa Pramana. Akhirnya mereka yang sudah berada pada tingkatan inilah yang dapat membuktikan dan menjawab tentang kebenaran dari isi kitab suci dan sekaligus menjawab kebimbangan yang selama ini menyelimuti pikirannya. 
   
Pertanyaan selanjutnya, dimanakah manusia dapat menemukan Tuhannya?

Untuk dapat menjawab pertanyaan yang penuh misteri tersebut, pertama manusia harus memahami terlebih dahulu tentang sifat dari Yang Maha Misteri. Pemahaman dari sifat-sifat Tuhan dapat ditemukan di dalam kitab suci weda. Yang paling penting untuk dipahami dan dipegang sebagai modal dasar dalam berke-Tuhan-an, bahwa Tuhan bersifat Maha segalanya, wyapi wyapaka nirwikara yaitu berada dimana-mana dan tidak berubah, Tuhan bersifat Maha kontradiksi yang dikenal dengan istilah rwa bhineda (dua yang berbeda/mendua). Tuhan disebut Yang Maha Pengasih disatu sisi, Tuhan juga disebut Yang Maha Kejam di sisi lainnya. Tuhan disebut Yang Maha Pemurah, Tuhan juga disebut Yang Maha Pelit.

Segala sifat yang ada di dunia ini, Tuhan-lah Maha-nya, karena Dia Maha segalanya. Sekali lagi, pemahaman ini harus dicamkan dan ditanamkan benar-benar dalam hati dan pikiran. Bagi mereka yang sudah dapat menerima pemahaman ini, maka mereka sudah mulai dapat menjawab segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dengan bijaksana, tidak cepat-cepat menyalahkan orang lain.   
Pertanyaan yang paling sederhana dan harus kita bisa menjawabnya dengan keyakinan yang mutlak dan ada dasar sastranya yaitu : Siapakah Tuhan itu?, Dimanakah kita mencari Tuhan Yang Maha Rahasia?  Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, maka kita baca dan hayati bait-bait weda di bawah ini.

Atharvaveda IV.1.1
Brahma jajnanam prathnam purastat.
 Hyang Widhi Wasa adalah yang pertama-tama, yang ada di alam semesta.

Rgveda IV.42.2.
Aham raja varuno mahyam tany
asuryani prathama dharayanta,
kratum sacante varunasya deva
rajami krsterupamasya vabreh.
 Aku adalah raja maha diraja, pada-Ku sumber utama segala energi. Kekuatan jahat yang menghancurkan. Kekuatan cahaya suci tersembunyi di bawah hukum-Ku, sebagai raja yang sangat mulia, Aku pengatur seluruh umat manusia beserta sanak saudara, handai taulannya.

Rgveda X.125.1
Aham rudrebhir vasubhis caramy
aham adityair uta visvadevih,
aham mitravarunobha bibharmy
ahamindrani aham asvinobha.
 Aku gerakkan kekuatan  alam sebagai tenaga dan kekayaan. Aku bercahaya dan kekuatan yang cemerlang. Aku menyangga sumber kekuatan alam berupa air dan cahaya. Aku  adalah pusat energi, cahaya dan kehidupan yang diberikan oleh  matahari, udara, api dan segala sesuatu kekuatan alam yang bermanfaat.

Rgveda X.25.4
Mya so annamat ti yo vipasyati
yah prani ti ya I msrnoty uktam,
anant avo namta upa ksi yanti
srudhi sruta sraddhi vamt e vadani.
 Melalui kekuatan-Ku semua makluk hidup, bernafas, makan, melihat, dan mendengar, walaupun mereka tidak mengetahui hal itu, mereka tinggal dalam cinta-Ku, Aku pada mereka, mereka di dalam diri-Ku.

Atharvaveda XVI.3.1
Murdhaham rayinam murdha
samananam bhuyasam.
 Aku adalah pemilik segala kekayaan dan pemimpin yang tidak tertandingi.

Bhagavadgita Bab VII Sloka 6.
Etadyonini bhutani
sarvani  ty upadharaya
aham kritsnasya jagatah
prabhavah pralayas tatha
 ketahuilah bahwa semua insani mempunyai sumber kelahiran di sini,
Aku adalah asal mula alam semesta ini demikian pula kiamat kelaknya ini.

Bhagavad Gita Bab Xsloka 20
aham atma gudakesa
sarva bhutasya sthitah
aham adis cha madhyam ca
 Aku adalah Jiwa yang berdiam dalam hati segala insani, wahai Gudakesa
Aku adalah permulaan, pertengahan dan penghabisan dari mahkluk semua.

Dari beberapa bait weda dan sloka di atas dapat disimpulkan bahwa, Tuhan adalah Yang Maha Segalanya, Maha Absolut sebagai sumber dari segala yang ada, Dia permulaan, pertengahan dan penghabisan dari mahkluk semua. Kepada Tuhan-lah segalanya yang ada akan  kembali tatkala dunia ini dikiamatkan oleh Tuhan. Dia adalah sumber kekuatan yang tak tertandingi oleh siapapun. Dia Maha Menghendaki yang kehendak-Nya tidak ada yang dapat menghalangi. Dia adalah Jiwa yang berdiam dalam hati setiap manusia. Tuhan adalah Maha kontrasdiksi, Dia Maha Pengasih Dia juga Yang Maha Kejam, Dia Maha Jujur Dia juga Yang Maha Penipu. Ketika manusia menuruti apa yang dikehendaki Tuhan baginya akan dianugrahkan sifat Yang Maha Pengasih, Maha Pemurah, Maha Pemberi rachmat, Maha Melindungi atau sifat Nya yang baik-baik saja. Tetapi ketika manusia murtad tidak mentaati aturan-aturan yang dikehendaki Dia, maka sifat Maha Kejam, Maha Menyakiti, Maha Penipu atau sifat Nya yang tidak baik akan diwujudkan.

Atharvaveda XI.8.30
Sariram brahma pravisat
sarire-adhi prajapatih.
Sang Hyang Widhi Wasa memasuki tubuh manusia dan Dia menjadi raja tubuh itu.

Rgveda I.164.31
A varivarti bhuvanesu-antah
 Tuhan Yang Maha Esa meliputi seluruh alam semesta.

Rgveda VIII.58.2
Ekam va idam vi babhuva sarwam
 Tuhan Yang Maha Esa adalah satu Esa, Dia mengambil setiap bentuk di alam semesta.

Tuhan Yang Maha Esa bersifat wyapi wyapaka, Dia ada dimana-mana artinya Tuhan ada di tempat yang paling tinggi dan yang paling bawah, Tuhan ada di ujung paling timur dan paling barat, di ujung paling utara dan di ujung paling selatan, lengkapnya Tuhan ada di segala penjuru dunia. Dia ada di tempat-tempat ibadah, di pasar, di laut, di gunung, di langit, di tanah, di bale pemujaan, Dia juga ada di bawah jembatan, di bawah tali jemuran, di tempat diskotik, akhirnya Dia ada di mana-mana termasuk di dalam diri manusia sendiri. Dunia ini adalah perwujudan-Nya, tetapi hanya kepada orang yang Dia kehendakilah, Dia menampakkan wujud-Nya yang sebenarnya. Dia Mahanya Misteri dari segala misteri yang ada. Dia Mahanya pelit dari orang terpelit di dunia, karena sangat sangat sukar untuk melihat wujud asli-Nya.

Bhagavad Gita Bab XIII Sloka 15
bahir antas cha bhutanam
acharam charam eva cha
suksnmatvat tad avijneyam
durastham cha ntike cha tat
 ada di luar dan di dalam semua  insani, tiada bergerak tetapi bergerak senantiasa,
terlalu amat halus  untuk diketahui, jauh nian namun juga dekat sekali.

Dari keberadaan Tuhan ada dimana-mana, yang paling penting untuk dipegang sebagai bahan kajian spiritual adalah bahwa Tuhan ada di dalam diri manusia, sehingga dengan memahami ini manusia seharusnya tidak jauh-jauh sampai menyebrangi laut, melintasi udara, menghabiskan biaya yang tidak sedikit untuk mencari Tuhan.  Tidak kalah pentingnya dari pemahaman di atas adalah, bahwa para Dewa dan Bethare bukanlah Tuhan atau manifestasi dari Tuhan, karena Tuhan adalah tak termanifestasikan. Dewa dan Bethare adalah mahkluk ciptaan dari Tuhan sekali lagi mahkluk ciptaan Tuhan yang sama seperti manusia dan bahkan manusia mempunyai derajat kempurnaan lebih tinggi secara pisik dibandingkan mereka.  

Tuhan yang telah menciptakan tingkat-tingkat dari pada Dewa-dewa yang memiliki sifat-sifat hidup dan mempunyai sifat gerak. Juga diciptakannya Sadhya yang berbadan halus serta upacara (yajna) yang kekal. (Manava Dharmasastra I.22)

Dalam pelaksanaan sembahyang sampai dengan saat ini, masih terdapat kerancuan antara menyembah dengan mebakti ataupun menghormat. Ketika umat hindu bertanya: mengapa orang hindu menyembah Dewa?. Kebanyakan para cendekiawan, rohaniawan hindu memberikan penjelasan kepada umat hindu yang bertanya: karena keterbatasan manusia dalam menyembah Tuhan Yang Maha Gaib, sehingga kita menyembah Tuhan melalui manifestasinya, seperti para Dewa, Bethare dan Leluhur. Alasannya kenapa melalui Dewa, Bethare dan Leluhur, karena mereka berada lebih dekat dengan Tuhan. Ini adalah jawaban yang tidak berdasarkan sastra dan hanya berdasarkan logika pemikiran yang yang sangat picik. Barangkali mereka beranggapan, karena para Dewa, Bethare dan Leluhur, berada di dunia maya yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang (kecuali oleh orang-orang tertentu), keberadaannya atau posisinya sangat dekat dengan Tuhan Yang Maha Gaib.

Bhagavad Gita Bab XI sloka 47
sribhagavan uvacha :
maya prasanmena tava rjune dam
rupam paraam darsitam atmayogat
tejomayam visvam anantam adyam
yan me tvadanyena na drishtapurvam
 Sri Bagawan berkata :
berkat restu-Ku, melalui kekuatan sakti yoga-Ku oh Arjuna, telah diperlihatkan padamu rupa-Ku, agung, cemerlang, universil, tak terbatas, terutama yang kecuali olehmu belum pernah dilihat siapa jua.

Bhagavad Gita Bab XI sloka 52
sudurdarsam idam rupam
drishtavan asi yan mama
deva apy asya rupasya
niyam darsanakankshinah
 Sri Bhagawan berkata :
sungguh sukar dilihat rupa-Ku ini yang engkau telah dapat saksikan,
sedang para dewatapun selalu mengharapkan untuk dapat menyaksikan wujud Rupa ini. 

Sloka di atas menjawab keraguan manusia apakah Tuhan Yang Maha Gaib mempunyai wujud? Dan sekaligus menjawab pertanyaan kepada siapa sajakah Tuhan berkenan memperlihatkan wujud-Nya? Hanya kepada orang-orang seperti Arjunalah yang menurut kaca mata Tuhan sudah mencapai tingkatan seorang yogi yang sempurna Tuhan memperlihatkan wujud-Nya, seperti yang tersurat dalam wirama Totaka : ring angambeki yogi kiteng sakala. Hanya kepada orang yang sudah mencapai tingkatan yogi yang sempurna (menurut kaca mata Tuhan) beliau dapat dilihat berwujud nyata.

Bagaimana Tuhan Yang Maha Misteri dan Maha Gaib dapat dilihat?

Bhagavad Gita Bab XI sloka 53 mengatakan :
na  ham vedair na tapasa
na danena na che  jyaya
sakya evamvidho drashtum
drishtavan asi mam yatha
 Aku tidak bisa dilihat dalam rupa seperti yang engkau telah saksikan, pula biarpun dengan kitab suci Weda, tapabrata maupun dengan sedekah atau upacara-upacara.

Bhagavad Gita Bab XI sloka 54 menjelaskan :
bhaktya tv ananyayaa sakya
aham evamvidho  rjuna
jnatum drashtum cha tattvena
praveshtum sha paramtapa
 tetapi dengan pengabdian jua yang hanya terpusatkan (kepada Tuhan), oh Arjuna
Aku dapat diketahui juga sesungguhnya dapat dilihat, Parantapa.

Sloka 53 di atas menjelaskan kepada kita, betapa sulitnya manusia untuk bisa melihat Tuhan-nya sendiri, yang menciptakan mereka, walaupun dengan kitab suci Weda, tapabrata, sedekah atau dengan berbagai macam upacara. Fakta sampai dengan saat ini belum seorang manusia yang sanggup mengatakan perwujudan Tuhan yang sebenarnya kepada kita dan sekalipun ada, dia pun tidak boleh mengatakannya kepada kita, karena itu merupakan wadi atau larangan hukum akhirat. Disamping itu, alasan yang secara nalar manusia dapat diterima adalah karena belum tentu orang lain yang diberitahukan atau yang mendengar pemberitahuan tersebut dapat menerima dan percaya akan kebenaran dari cerita yang dia katakan dan sangat mungkin mereka akan mengatakan, dia itu orang gila, sakit jiwa dan sebagainya. 

Akan tetapi saya sangat yakin bahwa Tuhan itu mempunyai wujud, dengan alasan bahwa Tuhan itu ada dan Tuhan bisa menciptakan dunia yang nyata dan manusia. Tuhan dikatakan tiada, karena manusia sangat sangat sulit untuk mengetahuinya (maya). Sumber sastra yang menyebutkan atau menggambarkan perwujudan Tuhan dan dapat dilihat oleh manusia (Arjuna setelah diberi pengliatan dewa oleh Kresna) adalah kitab Bhagavad Gita Bab XI yaitu tentang VISVA RUPA DARSANA YOGA. Bab inilah yang meyakinkan kita bahwa Tuhan itu mempunyai wujud. Sloka 54 mengajarkan kepada kita, bagaimana usaha yang harus ditempuh oleh manusia sebagai sang pencari Tuhan untuk dapat menguak tabir Maha Misteri dan melihat Dia. Disana dijelaskan, bahwa dengan pengabdian yang hanya terpusatkan (kepada Tuhan), manusia sesungguhnya dapat melihat Tuhan-nya. Apa sebetulnya makna hakiki yang terkandung dalam kalimat : dengan pengabdian yang hanya terpusatkan kepad Tuhan ? Tidak lain adalah Iswara prani dhana yang mempunyai makna penyerahan diri semata-mata hanya kepada Tuhan Sang Maha Pencipta. 

Kewajibanmu hanyalah bertindak (melaksanakan), bekerja tiada mengharapkan hasil, jangan sekali pahala menjadi motifmu, jangan pula hanya berdiam diri jadi tujuanmu. (B.G. II sloka 47). Titah jalmo manuso sakdermo ngelakoni, ora kuwoso jaluk. Kodrat manusia hanyalah sebatas melaksanakan, tidak ada hak untuk meminta pahala. Artinya, ketika seseorang sudah sampai pada tingkat kesadaran Iswara prani dhana, maka dia akan sadar sesadar-sadarnya, ikhlas seikhlas-ikhlasnya atas apa yang dia laksanakan adalah semata-mata karena perintah Tuhan (Gusti-nya) dan dia tidak akan memikirkan, mengharapkan ataupun menhitung-hitung hasil yang akan diperoleh terlebih dulu. Kenapa?  Bagi orang yang sudah mencapai tingkatan Iswara prani dhana, dia sudah sangat yakin dan paham bahwa Tuhan itu Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Pemurah, Maha Pelindung, Maha Pengasih dan sebagainya. Manusia tidak perlu bicara meminta, mengharap, karena Tuhan sudah mengetahui sebelumnya apa yang dipikirkan oleh manusia. Karena Tuhan-lah yang menciptakan dan sekaligus menulis/menentukan jalan hidup masing-masing manusia yang tiada lain ibarat wayang dalam genggaman sang Maha Dalang.

Dalam Bhagavad Gita Bab IX sloka 34 dikatakan :
manmana bhava madbhakto
madyai mam namaskuru
mam evai  shyasi yuktvai  vam
atmanam matparayanah
 Pusatkan pikiranmu pada-Ku, berbakti pada-Ku, bersujud pada-Ku, sembahlah Aku dan setelah kau mendisiplinkan jiwamu, Aku jadi tujuanmu tertinggi, kau akan tiba pada-Ku.

Sloka di atas mengajarkan kepada kita : pusatkan pikiranmu pada-Ku. Apa makna dari kalimat tersebut? dan siapakah yang dimaksud dengan pikiran? Serta siapakah yang dimaksud dengan Ku?.
Dalam B.G Bab X sloka 22 dikatakan : indriyanam manas cha  smi, yang ditrjemahkan : dari semua indria Aku adalah pikiran. Artinya, bahwa pikiran itu tidak lain adalah salah satu elemen Tuhan yang ada pada diri manusia yang tempatnya di kepala (otak). Itulah sebabnya di Bali ada istilah Ongkare sungsang. Kenapa Ongkare disimbolkan sungsang (terbalik), karena pikiran manusia sangat cendrung untuk bersifat negatip sebagai akibat  pengaruh dari pancaindria :
  1. Sifat kulit yaitu sebgai alat perasa, radar pertama yang menerima segala seuatu yang menyentuhnya dan mengirimkan ke otak, dan pikiran yang menentukan jawabannya. Makna yang dikandung disini adalah nafsu berbuat baik (nafsu sattwam).
  2. Sifat kuping yaitu cepat tersinggung dan marah (nafsu amarah),
  3. Sifat mata yaitu cepat bernafsu ketika melihat sesuatu yang menggairahkan ( nafsu kama),    
  4. Sifat mulut yaitu loba terhadap sesuatu yang dapat memberikan kenikmatan duniawi   nafsu lobha),
  5. Sifat hidung yaitu sirik terhadap keadaan yang dialami oleh orang lain (nafsu matsarya).

Sifat negatip ini lebih cendrung merusak atau disebut sifat Ciwa. Itulah sebabnya ubun-ubun manusia disebut Ciwa dwara. Mata ketiga yang terletak di dahi antara dua alis manusia disebut mata Ciwa yang dapat melihat hal-hal yang tidak kasat mata (gaib).


Sedangkan yang dimaksud dengan Ku, adalah /Roh (Antaratma) yang bersthana di pepusuh (jantung), merupakan Saksi dan Penasehat Agung ketika pikiran manusia hendak menyimpang dari kebenaran menurut kacamata Tuhan. Di Bali disimbolkan dengan Ongkara ngadeg. Jantung manusia bisa terus berdenyut karena suatu kekuatan yang sangat luar biasa, yang rahasia, yang wujudnya sangat sulit untuk dilihat oleh mata. Dia dapat dilihat oleh pikiran yang betul-betul suci. Ketika pikiran manusia sangat dipengaruhi oleh lima sifat negatip tersebut di atas, maka ia cendrung untuk tidak menghiraukan nasehat dari hati nuraninya. Hal ini akan menyebabkan semakin menjauh dan gelap jarak antara yang mencari dan yang dicari, semakin jauh dan gelap jarak antara Ongkare ngadeg dan Ongkare sungsang. Maka dari itu, tugas manusia adalah untuk berusaha membebaskan pikiran dari keterikatan atau pengaruh kelima sifat negatip tersebut, sehingga yang muncul adalah pikiran yang suci dan Ongkare sungsang berubah menjadi Ongkare ngadeg. Apabila sudah sama-sama ngadeg, barulah keduanya bisa bersatu dalam mencapai tujuan yaitu bertemu dengan Tuhan Yang Maha Pencipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG PALING SERING DIBACA