Ganapati Tatwa

Ganapati tatwa menggunakan bahasa jawa kuna yang kadang kadang diselingi bahasa sanskerta. Penyampaian ajarannya menggunakan dialog antara Siwa sebagai Mahaguru kepada Bathara Gana yang juga disebut Sanghyang Ganapati. Adapun dialognya  pada Ajaran kebenaran tentang sumber ciptaan serta proses kembali kepada asalnya.

Pada awalnya digambarkan tidak ada apa-apa. Tidak ada langit, tidak ada bumi, tidak ada sunia, tidak ada ilmu pengetahuan dan sebagainya. Yang ada hanyalah Tuhan Yang Maha Esa dalam keadaan Nirguna, sukha Achintya yaitu keadaan maha bahagia tidak terpikirkan.
Kemudian terjadilah evolusi dari Sanghyang sukha acintya, munculah Sanghyang Jnana Wisesa yaitu pengetahuan yang mulia. Ia berbadankan alam semesta, tetapi tidak ternoda, tak terpengaruh oleh apapun, tak terjangkau karena Ia berkeadaan wisesa, Maha Kuasa.. Ia disebut juga Sanghyang Jagat Karana, karena memiliki ilmu pengetahuan yang mahakuasa dan sebagai penyebab dunia atau alam semesta dengan segala isinya. Disinilah Ia menampilkan diriNya dalam aspek Saguna.

Kemudian timbul keinginan beliau untuk menyaksikan keadaanNya sendiri  / keadaan sekala niskala  itulah sebabnnya beliau menciptakan yang berkeadaan nyata ( Paras ) dan yang tidak nyata ( para ) dan sunia sebagai bayanganNya sendiri. Sanghyang jagatkarana bersemayam dalam sunia. Dari sanalah beliau mengadakan ciptaan-ciptaan selanjutnya secara berturut-turut, seperti Ongkara Sudha, suara, windu prana suci yang didalamnya terdapat nada prana jnana sudha. Dari windhu lahir Panca Dewata atau panca Dewa Atma yaitu Brahma, Wisnu, Rudra, Iswara, dan Sanghyang Sadasiwa, yang akan menjadi sumber ciptaan selanjutnya.

Dari kelima dewa tersebut, maka Brahma, Wisnu dan Siwa yang dipandang sebagai badan perwujudan Tuhan itu sendiri. Sedangkan Tuhan Yang Maha Esa yang tidak terpikirkan ( Acintya ) dilukiskan berada dalam batin atau hati yang suci yang disebut “ guhyalaya”. Untuk memuja beliau yang sangat gaib adalah dengan menggunakan empatbelas aksara suci ( catur dasaksara ) yaitu Sang Bang Tang Ang Ing Nang Mang Sing Wang Yang Ang Ung Mang Ong.

Ganapati Tatwa mengajarkan tentang hakikat alam semesta, dimana diciptakan oleh Panca Dewata dari unsur yang paling halus sampai pada tingkat yang mempunyai wujud nyata. Pertama yang diciptakan adalah Panca tan matra yaitu ;
-          Dari Brahma lahir gandha tanmatra
-          Dari Wisnu lahir rasa tanmatra
-          Dari Rudra lahir rupa tanmatra
-          Dari Iswara lahir sparsa tanmatra
-          Dari Sadasiwa lahir sabda tanmatra

Kemudian kelima tanmatra itu berkembang kedalam wujud yang sedikit lebih konkrit, seperti ;
-          Sabda tanmatra menjadi akasa berwarna bersih dan bening
-          Sparsa tanmatra menjadi bayu yang berwarna putih
-          Rupa tanmatra menjadi teja berwarna putih, merah dan hitam
-          Rasa tanmatra menjadi apah berwarna hitam
-          Ganda tanmatra menjadi pertiwi berwarna kuning

Pada tahap perkembangannya, barulah sampai pada tingkatan yang mempunyai bentuk nyata, seperti ;
-          Dari pertiwi lahir bumi atau tanah
-          Dari teja lahir matahari, bulan dan bintang
-          Dari apah lahir air
-          Dari bayu lahir angina
-          Dari akasa lahir suara

Setelah alam semesta itu tercipta, kemudian tumbuhlah semua jenis tumbuh-tumbuha dan semua jenis binatang. Dan Panca Dewata berperan sebagai penjaganya.
-          Brahma bertempat di selatan menjaga bumi
-          Wisnu di utara menjaga air
-          Rudra di barat menjaga matahari, bulan dan bintang
-          Iswara di timur menjaga udara
-          Sadasiwa di tengah menjaga ether

Proses penciptaan bhuwana alit tidak jauh berbeda, sama-sama diciptakan panca dewata ;
-          Brahma dan Wisnu menciptakan tubuh dengan sarana tanah dan air
-          Rudra menciptakan mata dari teja
-          Iswara menciptakan nafas dari bayu
-          Sadasiwa menciptakan suara dari akasa

Setelah itu terbentuk, barulah atma menjelma dalam kehidupan manusia. Dan Panca dewata pun mulai menempati bagian-bagian tubuh untuk menjaganya, serta menumbuhkan kesadaran dan menjiwai bagian-bagian tubuh itu.
-          Brahma menempati muladara
-          Wisnu menempati nabhi ( pusar )
-          Rudra menempati hati
-          Iswara menempati leher
-          Sadasiwa menempati ujung lidah

Dalam proses perkrmbangan manusia selanjutnya, manusia berperan sebagai alat melalui senggama. Sedangkan yang menjadi benih manusia disebut rupa suksma yang berkeadaan abstrak dan gaib. Rupa suksma ini menjadi sukla yang mempunyai warna seperti manik putih kekuning-kuningan. Sedangkan swanita keluar dari pradana tatwa. Keduanya kemudian bercampur dalam Rahim si ibu. Disanalah terbentuk dan berkembang sehingga mencapai wujud yang sebenarnya. Tahapan itu dilukiskan sebagai berikut ;
-        Umur 1bulan rupanya seperti buih
-        Umur 3 bulan berwujud gumpalan darah
-        Umur 4 bulan menjadi Siwalingga, berlubang dibagian tengahnya berisi Ongkara dan suksma rupa
-        Umur 5 bulan menjadi maya reka
-        Umur 6 bulan menjadi seperti api
-        Umur 7 bulan seperti ulat dalam kepompong yang disebut gading
-        Umur 8 bulan menjadi anak gading yang disertai dengan nafas yang keluar dari ongkara, juga tulang, kuku dan rambut
-        Umur 10 bulan si jabang bayi keluar dari perut ibu

Yang menghidupi janin sampai menjelang kematian berbeda-beda namanya sesuai dengan tingkat perkembangannya, namun sesungguhnya mempunyai hakekat yang sama. Ketika masih dalam kandungan dijiwai oleh Suksma Rupa, setelah sepuluh bulan dijiwai oleh sunia. Setelah lahir dijiwai oleh nirwana. Setelah bias menyebut nama ibu-ayah dihidupi oleh jiwa. Setelah dewasa dihidupi oleh atma.

Pada saat kematian terjadi pengembalian secara berjenjang, seperti atma kembali pada jiwa, jiwa kembali pada nirwana, nirwana kembali pada sunia, sunia lenyap menjadi suksma terus kembali pada Sanghyang Ngamutmenga, dan Sanghyang Ngamutmenga kembali kepada niskala, yang merupakan tujuan tertinggi.

Tujuan dari kelahiran adalah untuk bersatunya kembali atma kepada sumbernya, tidak terlahirkan kembali. Untuk itu Ganapati Tatwa memperkenalkan enam jenis yoga yang disebut sadangga yoga. Seorang yogi dalam melaksanakan pemujaan melalui yoganya, ia mewujudkan swalingga (atmalingga ) dalam dirinya, disamping para lingga yang ada diluar dirinya. Dan tubuh sendiri  dipandang sebagai kahyangan dewata, sebagai sadhana untuk mencapai kelepasan. Pada saat atma meninggalkan tubuh, jalan terbaik adalah melalui sela-sela pikiran, sehingga atma mencapai tujuan tertinggi.

Ada dua kemungkina yang dicapai dalam kelepasan, yaitu ;
-  Mungkin akan mencapai sadhudhranti yang mengantarkan pada kamoksan, apabila petunjuk-petunjuk yang telah diberika dilaksanakan dengan teguh. Disini atma tidak akan terlahirkan kembali.
-        Mungkin akan mencapai wyudhbhranti, yang akan mengantarkan pada kelahiran kembali, bila semua petunjuk tidak dilaksanakan dengan teguh.

Kelepasan atau kemoksan adalah ajaran kerohanian yang sangat tinggi dan bersifat abstrak. Karena itu ia harus dipahami melalui pengamalan terhadap sanghyang Bedha Jnana dengan baik, adanya keyakinan terhadap ajaran tersebut, mampu mengendalikan indrya, patuh dan bakti kepada guru, teguh dan tekun melaksanaka ajaran dharma, serta berlaku suci lahir bathin sebagai landasan hidupnya. Itulah yang akan mengantarkan seseorang pada pencapaian kelepasan ( Kemoksan ).


Sumber ; SIWATATTWA  Proyek Peningkatan Sarana Prasarana Kehidupan Beragama Pemprov Bali 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG PALING SERING DIBACA