PURA ULUN DANU BATUR

Pura Ulun Danu Batur diyakini sebagai Dwi Lingga Giri Purusa - Predana. Di Pura ini tersapat meru tumpang sebelas yang merupakan tempat pemujaan Ida Batari  Dewi Danuh. Dalam konsep siwaistis, gunung dipandang sebagai lingga acala dan danau sebagai yoninya. Itu mengandung makna bahwa gunung dan danau di Bali mesti dijaga kesuciannya.

Mitologi terjadinya Gunug Batur dan Gunung Agung
Dalam lontar Candi Supralingga Bhuwana ditulis keadaan di Bali Dwipa dan Seleparang masih sunyi senyap, seolah masih mengambang ditengah samudra yang luas. Pada saat itu di Bali Dwipa baru berdiri empat gunung. Di bagian timur berdiri Gunung Lempuyang, di selatan Gunung Andakasa, di barat Gunung Batukaru, di utara Gunung Mangu. Kondisi di Bali Dwipa saat itu masih labil. Hyang Pasupati yang beristana di Gunung Semeru mengetahui kondisi itu. Beliau memerintahkan Sanghyang Benawang Nala, Sanghyang Anantaboga, Sanghyang Naga Basukih dan Sanghyang Naga Tatsaka memindahkan sebagian puncak Gunung Semeru ke Bali Dwipa. Sanghyang Benawang Nala menjadi dasar puncak gunung agar kondisi pulau Bali Dwipa menjadi stabil. Oleh karena itu, puncak Gunung Semeru yang ada di india harus dipecah dan pecahannya itu dipasang di Bali Dwipa. Selain itu Gunung Mahameru di India sangatlah tinggi hampir menyentuh langit. Kalau langit sampai tersentuh maka hancurlah alam ini.Yang dipecah dengan tangan kiri Hyang Pasupati dibawa oleh Sanghyang Anantaboga, sementara pecahan gunung dengan tangan kanan dibawa oleh Sanghyang Naga Basukih. Sedangkan Sanghyang Naga Tatsaka menjadi pengikat puncak Gunung Semeru yang akan dipindahkan ke Bali Dwipa, sekaligus menerbangkan dari jawa wetan menuju Bali.
Setibanya di Bali Dwipa, bagian gunung semeru yang diambil Hyang Pasupati dengan tangan kanan menjadi gunung Udaya atau gunung Purwata atau Tohlangkir atau Gunung Agung. Sementara yang diambil dengan tangan kiri menjadi gunung yang memiliki banyak nama. Nama gunung itu yakni gunung Cala Lingga, Tampurhyang, Sinarata, Lekeh, Lebah, Ideran, Gunung Sari, Indrakila, Gunung kembar, gunung Catur, yang kemudian nama paling dikenal adalah Gunung Batur. Gunung Agung dan gunung Batur kemudian dikenal sebagai dwi Lingga Giri serta parahyangan Purusa – Predana. Sedangkan yang dikenal dengan tri lingga giri adalah Pura Lempuyang Luhur, Pura Besakih dan Pura Ulun Danu Batur.
Hyang Pasupati juga mengutus putra beliau ke Bali Dwipa. Hyang Gni Jaya berstana di Gunung Lempuyang ( Pura Lempuyang Luhur ), Hyang Putra Jaya berstana di gunung Agung ( Pura Besakih ) dan Hyang Dewi Danuh berstana di gunung Batur ( Pura Ulun Danu Batur ). Hyang Tumuwuh di gunung Batukaru, Hyang Tugu berstana di Gunung Andakasa, Hyang Manik Gumawang di gunung Beratan ( Puncak Mangu ). Semua putra Hyang Pasupati ini kemudian menjadi amongan, sungsungan serta penyiwian ratu dan kaula di Bali Dwipa.
Hyang Dewi Danuh dalam bahasa purana juga disebut sebagai Dewi Sri, dewi Laksmi, Dewi Pratiwi dan dewi Basundari , yang merupakan abiseka dasa nama sebagai dewi Kesuburan, Dewi Kesejahteraan, atau Dewi Keberuntungan yang merupakan sakti Dewa Wisnu.
Dalam kosep filsafat siwaistis, Gunung Batur merupaka yasa lingga acala dan segara Danu Batur mrupakan yasa yoni-nya.
Menurut penglingsir Desa Adat Pekraman Batur, danau Batur berfungsi sebagai taman Ida Betari Dewi Danuh. Lama-kelamaan muncul dua puncak di pinggiran danau meliputi puncak kawanan ( barat ) dan kanginan ( timur ). Ini pula yang menyebabkan di desa Pekraman Batur ada istilah Jero Gede Kanginan dan Jero Gede Kawanan.
Gunung Batur telah meletus berkali-kali. Dalam lontar Raja Purana, Pura Ulun Danu Batur disebutkan tahun Saka 110 ( 188 masehi ), gunung Batur meletus. Tahun saka 111 ( 189 masehi ) gunung batur kembali meletus. Saka 114 ( 192 masehi ) gunung Batur meletus lagi. Sejak tahun 1804, Gunung Batur meletus sebanyak 30 kali dan yang paling dahsyat terjadi pada tgl 2 agustus dan berakhir tgl 21 september 1926. Letusan Gunung Batur itu membuat aliran lahar panas menimbun desa Batur dan Pura ulun Danu Batur.
Setiap Gunung Batur meletus, karma desa Pekraman Batur mengadakan upacara pemendak Ida Betari Dewi Danuh karena Gunung Batur sebagai lingga acala Ida Betari. Bahkan setiap ada orang yang meninggal karena kecelakaan di kawasan gunung Batur, dilakukan upacara balik sumpah untuk menyucikan kembali Gunung Batur. Itulah sebabnya, setiap lima tahun sekali subak ataupun desa pekraman di Bali bergilir mengadakan bhakti pekelem pembersihan Gunung dan danau Batur.

Terdapat sebelas Tirta
Pura Ulun Danu Batur selain memancarkan panorama indah, juga menyimpan segudang misteri. Di pura ini diyakini terdapat sebelas tirtha atau sumber mata air dan pancaka tirtha. Keberadaan sebelas sumber mata air itu pun tersurat dalam Purana Batur. Sebelas tirtha itu meliputi Tirtha Gadang mengaliri tukad jinah, Tirtha Danu Kuning megaliri tukad Campuhan Ubud, Tirtha Bantang Anyud megaliri tukad Telaga Waja. Selebihnya terdapat tirtha Sah, tirtha Selukat, dan tirtha Pelisan yang mengalir ke danau Beratan, tamblingan , danau Buyan serta mengairi persawahan yang ada di kabupaten buleleng.
Di samping itu, terdapat Tirtha Mangening untuk penglukatan, tirtha Pura Jati, tirtha Rejeng Anyar, tirtha mas Bungkah ( untuk pengobatan bersumber dari air panas gunung Batur ), tirtha Mas Mampeh ( menyebar di segala penjuru untuk subak di Bali sebagai tirtha Sawinih ), tirtha itu juga disebut Tirtha pengelanus dan tirtha Ngusaba Nini. Terakhir adalah tirtha Perapen.
Pembersihan Segara Danu dan gunung Batur menurut sastra Siwa Sesana wajib dilakukan setiap lima tahun sekali. Dari persembahan yadnya ini diharapkan sumber mata air terjaga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG PALING SERING DIBACA