HAKEKAT AJARAN AJI SAKA

Aji Saka adalah salah satu dari manusia utama yang menurunkan ajaran di dunia untuk kepentingan umat manusia. Salah satu diantaranya yang sangat berkaitan erat dengan hakekat dari perjalanan hidup manusia dalam usahanya mencari kesempurnaan yang sejati ya sejatinya sempurna adalah makna dari dua puluh aksara Jawa yaitu : A(Ha)Na, CaRaKa, DaTa SaWaLa, PaDaJaYaNya, MaGa BaTaNga. Bila kita perhatikan dari dua puluh aksara tersebut tampaklah beberapa kata yang masing-masing mempunyai arti tersendiri. Hana berarti ”ada”, Caraka berarti ”utusan” (manusia), Data berarti ”macam” (sifatnya), Sawala berarti ”berlawanan/kontradiksi”, Padajayanya berarti ”sama-sama saktinya”, Maga berarti ”semoga”, Batanga berarti ”watang/mati”.
Bila kata-kata tersebut kita sambungkan maka akan menghasilkan sebuah kalimat yang mempunyai makna yaitu : Ada utusan (manusia) ciptaan Yang Maha Kuasa, mempunyai sifat yang selalu berlawanan (kontradiksi), mempunyai kesaktian yang sama, semoga kamu mati. Utusan yang dimaksud adalah manusiaa yang dalam dirinya bersemayam Roh Kudus (Wisnu/Saksi yang Agung/Gusti) yang berdiam di jantung dan Jiwa perorangan (intelek/pikiran/kaula) yang ada di kepala. Dikatakan mempunyai sifat yang saling berlawanan, karena Roh/Gusti tidak terikat/terpengaruh oleh karma perbuata manusia, sedangkan jiwa pribadi (kaula) sangat dipengaruhi oleh perbuatan (panca indria) manusia dan di Bali dikenal sebagai Omkara ngadeg dan Omkara sungsang. Dikatakan mempunyai kesaktian yang sama karena dua-duanya berasal dari satu sumber yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Untuk menghilangkan dualisme tersebut dan menyatukan kaula dengan Gustinya, manusia harus bisa menjadi orang yang mati (batang/watang), maksudnya  manusia harus dapat mematikan nafsu (ego) sehingga terbebas dari keterikatan duniawi, terbebas dari sifat dualisme baik dan buruk, panas dan dingin, dan sebagainya. Apabila nafsu pribadi sudah berhasil dimatikan, maka sang kaula menyerah sama Gustinya dan Gustilah  sekarang yang berkuasa. Setiap gerak langkah manusia akan ditentukan oleh Gustinya dan sang kaula hanya berserah diri mengikuti apa yang dikehendaki sang Gusti, kaula sudah melebur dirinya menyatu dengan Gustinya, inilah yang disebut manunggaling kula dengan Gusti. Mati dalam istilah lainnya adalah Iswara Prani Dhana yaitu totalitas penyerahan diri semata-mata hanya kepada Tuhan Yang Maha Pencipta. Berbuatlah karena kita harus bebuat atas kehendak-Nya, bukan karena pahala.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa, dua puluh aksara yang diturunkan oleh Aji Saka merupakan ajaran tertinggi yaitu konsep dari perjalanan manusia dalam mencapai kesempurnaan yang sejati haruslah dimulai dari menjadi batang (mati dalam hidup, hidup tetapi mati) untuk menghilangkan sifat sama-sama sakti dan berlawanan (padajayanya dan data sewala) sampai pada keadaan dimana kaula menyerah dan tunduk kepada Gustinya. Setelah itu barulah utusan (ceraka/manusia) dengan diantar oleh Gustinya (Roh) bisa kembali kepada A (Ha)  yaitu Gusti Kang Murbeng Dumadi, Tuhan Yang Maha Pencipta.
Dalam Bhagavadgita Bab VI sloka (5) dikatakan :
uddhared tamana ’tmanam
na ’tmanam avasadayet
atmani ’va hy tamano bandhur
atmani ’va ripur atmanah
Artinya: biarlah dia mengangkat jiwanya denga Jiwa, Janganlah jiwanya menjerumuskan dirinya, sebab hanya Jiwa adalah teman jiwanya dan hanya jiwa adalah musuh jiwanya.

bandhur atma ’tmanas tasya
yena ’tmai ’va ’tmana jitah
anatmanas tu satrutve
varteta ’tmai ’va satrutve
Artinya: Jiwa menjadi teman jiwa orang yang bisa menguasai jiwanya dengan Jiwa, tetapi bagi yang jiwanya tidak ditaklukkan Jiwa, seperti musuh, menjadi lawan.

Bila kita hayati, jelaslah, bahwa sebagai manusia jiwa perorangan (kaula) haruslah ditundukkan. Jiwa perorangan bisa tunduk apabila ia sudah terbebas dari pengaruh panca indria yaitu nafsu berbuat baik, nafsu marah, nafsu birahi, nasfu loba dan nafsu sirik. Setelah kelima nafsu tersebut bisa dimatikan, barulah sang jiwa pribadi bisa terbebas, merdeka, melihat Gustinya (Saksi Agung) tersenyum ramah menyambut dan mempersilahkan masuk menjadi satu (manunggal). Setelah kaula dan Gusti manunggal, maka dalam perjalanan hidup manusia selanjutnya Gustilah yang memegang kendali sebagai penunjuk jalan agar manusia bisa sampai ke tempat tertinggi  yaitu tempatnya Brahman.
Hal ini dipertegas lagi oleh  Bab XIII sloka (28) yang berbunyi :
samam pasyan hi sarvatra
amavasthitam isvaram,
a hinasty tamaña ‘tmanam
tato yati param gatim.
Artinya : dikala ia melihat Yang Maha Kuasa bersamayam merata dimana-mana, ia tidak menyakiti Jiwa dengan jiwa dan iapun mencapai tujuan utama.     
Supaya lebih mendalam, bacalah kitab Bhagavadgita, secara berulang-ulang dengan hening. Semoga dengan pertolongan 700 sloka (700 dijumlahkan = 7 = pitu = pitulungan) engkau bisa mencapai angka 18 = 9 = kesempurnaan hidup, hidup yang sempurna. Inilah makna dari kitab Bhagavadgita kenapa terdiri dari 700 sloka dan 18 bab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG PALING SERING DIBACA