Bhuta Yadnya

Bhuta yadnya adalah korban suci yang bertujuan untuk membersihkan alam beserta isinya dan memelihara serta memberi penyupatan kepada para bhutakala dan mahluk-mahluk yang dianggap rendah dari manusia, seperti jin, peri, setan, binatang dan sebagainya. Tujuan pembersihannya adalah menghilangkan sifat-sifat buruk yang ada pada mahluk-mahluk itu dan pembersihan pada alam akibat pengaruh negatif dari mahluk tersebut. Dengan melakukan upacara bhuta yadnya maka sifat-sifat kebaikan dan kekutan dari mahluk itu dapat berguna bagi kesejahteraan manusia. Dalam bhuta yadnya , juga terkandung pengertian usaha penyupatan terhadap mahluk-mahluk rendah, sehingga mereka menjadi mahluk yang dinaikkan derajatnya untuk menjalani karmanya. 

Manusia adalah mahluk paling utama yang mampu memahami alam ini sebagai ciptaan dari Hyang Widhi. Sehingga upacara bhuta yadnya yang dilakukan ,akan menjadikan para bhuta itu menjadi manusia , yang nantinya mampu memahami karma wasananya sendiri. Oleh karena itu, menjadi manusia adalah hal pertama yang harus disyukuri, karena kita mampu menelaah dan mampu mendekatkan diri sepenuhnya kepada Hyang Widhi. Jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan di dunia ini hanya untuk mementingkan segala hawa nafsu, kerjakanlah segala sesuatunya didasari atas dharma.

Upacara bhuta yadnya ini dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan tujuannya. Hendaknya melakukan bhuta yadnya didasari atas ketulusan serta disesuaikan dengan tingkat ekonomi kita. Janganlah memaksakan suatu upacara dengan berlebihan yang hanya mementingkan rasa ego yang berlebihan. Sesuaikan dengan tingkatan nista , madya dan utama. Berdasarkan pada sasaran dari bhuta yadnya itu maka ada bhuta yadnya yang ditujukan pada bhuta bucari di natar sanggah, kala bucari di natar pekarangan, dan durga bucari pada lebuh atau depan pekarangan. Selain itu bhuta yadnya dilakukan juga sesuai dengan tingkatan kahyangan tiga dan kahyangan jagat.


Adapun upakara yang dipakai dalam Bhuta Yadnya tergantung dari besar kecilnya upacara yang dijalankan. Untuk yang sederhana seperti segehan, caru mancawarna, segehan  agung  dan yang untuk lebih besar atau dengan tujuan tertentu seperti pancasata, panca sanak, panca kelud, tawur agung dll. Dalam pelaksanannya sring dilengkapi dengan penggunaan api takep dan tetabuhan. Api takep dipakai dari dua kupak serabut kelapa yang peletakanya secara bersilangan seperti tapak dara. Sedangkan tetabuhan memakai lima macam zat cair yaitu tuak, arak, berem, air dan darah. Penggunaan darah dalam hal ini sering disebut sabuh rah. Dalam pelaksanaannya masing masing zat cair itu dipercikkan tiga kali, demikian pula darah, dicipratkan tiga kali dengan memotong ayam, itik atau babi butuan. Untuk memperolh tiga kali cipratan maka dipotong bagian leher, dan dua sayap atau dua kakinya. Sabuh rah ini berkembang mnjadi perjudian yang sangat merugikan ajaran suci hindu. Sebagian orang memanfaatkannya sebagai lahan perjudian yang sangat mencemarkan nama baik agama di mata umat lain. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG PALING SERING DIBACA