Galungan Dan Kuningan

Sumber : Lontar Cundarigama

Redite paing Dunggulan
Tumurun Sang Hyang Tiga Wisesa, marupa kala, ngaran Sang Bhuta Galungan, marep anadah anginum maring madyapada, Matangnia Sang wiku mwang Sang Sujana, dan pratyaksa juga pasekung kumekas ikang adnyana nirmala, lamakane tan kasurupan dening Sang Bhuta Galungan, samangkana maka ngaraning penyekeban dening lokan.
artinya :
Uku dunggulan, yakni pada hari redite pahing, disebutkan, bahwaa Sang Hyang Tiga Wisesa turun kedunia dalam wujud Kala, dan disebut Bhuta Galungan, yang ingin memakan dan ingin minum di dunia ini, oleh karena itu, orang-orang suci, demikian pula orang sujana ( bijaksana ), hendaknya waspada serta mengekang dirinya kemudian memusatkan pikirannya ke arah kesucian, agar tiada kemasukan oleh sifat-sifat yang membahayakan dari pengaruh Sang Bhuta Galungan, dan hal demikian disebutlah hari Penyekeban.

Coma Pon Dunggulan
Pangantuwayaning hamong yoga samadhi maka pituhunia sadgana lawan Bhatarayata ngaran Penyajan turah ning loka.
artinya :
Pada hari coma pon adalah hari untuk melakukan yoga samadi, dengan mmusatkan pikiran untuk menunggalnya dengan Bhatara-bhatara. Itulah sebabnya, mengapa pada hari itu disebut Penyajaan oleh umatnya.

Anggara Wage Dunggulan
Penampahan ngaran, niata panadah ira Sang Bhuta Galungan, marmaning pesanggrahan dening prakreti ring Desa, Wehana Bhuta yadnya riheng catuspata, sarupaning yadnya wenang, manut anista, madya uttama, pinuja dening Sang Pandita juga, ngawostonakna: siwabudha, sire wenang. Kunang sakweh ikang sanjata, prayascitaken, jaya-jaya de Sang Pandita tekeng jadmania, apania prakosa pratameng. Wehakna Paracaru ring sakuren-kuren kunang dening: sege warna 3, sinasih, tandingania manut hurip, petak 5, bang 9, ireng 4. Iwaknia olahan bawi, saha tabuhan, segehan agung 1. Genahin Guru ring natar umah, ring sanggar, mwang ring dengen. Sambat Sang Skala Niskala, phalania jaya prakosa ring paprangan.
artinya :
Pada hari Anggara wage, disebutlah hari penampahan. Pada hari itulah Sang Bhuta Galungan memangan. Oleh karena itu patutlah dilakukan penyelenggaraan hidangan oleh desa adat, dengan korban caru kepada bhuta-bhuta, bertempat di perempatan jalan desa adat. Adapun korban yang diberikan kepada bhuta-bhuta, bntuknya bermacam-macam, yakni dari sederhana, sedang dan besar. Dan yang patut memuja ialah para sulinggih, untuk memohon kepada hyang. Yang dimaksud sulinggih yakni Pedande Siwa Budha, Rsi karena beliaulah yang berwenang dalam hal ini.
Lain daripada itu, segala senjata perang, patutlah semuanya dipuja, dengan upacara pesucian oleh para sulinggih. Tambahan pula bagi orang-orang kebanyakan, upacara-upacara tersebut bermanfaat untuk mendapat pahala kekuatan utama dalam perjuangan hidup.
Yang patut disuguhkan pada masing-masing pekarangan rumah adalah: segehan warna 3, ditaburkan menurut neptu, yakni Putih 5, hitam 4, merah 9, dagingnya olahan babi, tetabuhan, disrtai segehan agung 1. Adapun tempat melakukan caru ialah di natar pekarangan rumah, di sanggah, dan di muk pekarangan rumah. Yang patut dihayat dalam menghaturkan caru itu adalah Sang Bhuta Galungan. Sedang yang patut di hayap oleh anggota keluarga ialah banten pabyakala, prayascita, dan sesayut, untuk mendapat kesuksesan dalam perjuangan hidup, skala niskala ( lahir bathin ).

Buda Kliwon Dunggulan
Ngaran kalingania, patitis ikang adnyana galang apadang, tary ya haturakna Widhiwidanania ring sarwa Dewa ring sanggar parhyangan, paturwan, natar, lumbung, perantnan, dengen, tumbal, tugu, pengulun setra, pangulun desa, pangulun sawah, wana, giri, samudra, telas tekang prabot ing umah, ika kabeh pada binantenan, prakreti ring sanggar, parhyangan, agng alit: Tumpeng payas, wangi-wangi, sesucen munghahakna ring anggarika, banten ring sambyangan, tumpeng pengambean, jerimpen, pajegan, sodan mwang saka runtutania, iwak jatah bawi, asep astanggi, telas mangkana, jenek awengi, nyejer banten ika kabeh, enjang-enjang.
Artinya :
Disebut Buda kliwon Dunggulan, keterangannya ialah untuk memusatkan pikiran yang suci bersih, disertai dengan menghaturkan upacra prsembahan kpada para Dewa-Dewa, di sanggar Parhyangan, tempat tidur, pekarangan, lumbung, dapur,  di muka pekarangan rumah, tugu, tumbal, pangulun setra, pangulun desa, pangulun sawah, hutan , munduk, lautan, sampai pada perlengkapan rumah, semuanya itu diadakan sesajen dengan suguhan yang dilakukan di Sanggar Parhyangan menurut besar kcilnya sebagai berikut: 
Tumpeng payas, wangi-wangi, sesucen, itulah yang disuguhkan di sanggar. Adapun banten dibalai-balai ialah tumpeng pngambean, jerimpen, pajegan, sodaan, dan perlngkapannya. Sedangkan dagingnya ialah jejatang babi, serta asap dupa harum. Setelah selesai semuanya itu diupacarakan maka biarkanlah semalam, banten itu semuanya jejerang, sampai besok pagi.

Redite wage Kuningan
Pamaridan guru, pekenania mantuk akan dewata kabeh, maring suarga kahyangan, Sang kesepania, Dewa lunga aning galaken kadirgayusan. Widhiwidana: anam banjotan, canang raka, wangi-wangi, patirtha gocara.
Artinya :
Pada redite wage, disebut pemaridan guru, pada hakekatnya ialah saat kembalinya para Dewata semuanya menuju kahyangan, para dewata prgi dengan meninggalkan kesejahteraan, panjang umur. Maka upacaranya adalah: menghaturkan ketipat banjotan, canang raka-raka, wangi-wangi serta menikmati tirta pabersihan.

Coma Kliwon Kuningan
ngaran pemacekan agung, ring sudyankalania, masegehan agung ring dengen, masemblh ayam semalulung, pakanania angideraken Sang Bhuta Galungan teken subalanira.
Artinya:
Pada soma kliwon disebutlah pemacekan agung. Pada sore harinya patut melakukan segehan agung di muka halaman rumah, dan memakai tumbal ayam semalulung yang disuguhkan kepada Sang Bhuta Galungan dan para abdinya agar tidak mengganggu.

Budha Pahing Kuningan
Pujawali bhatara Wisnu, widhiwidananya: sedah ingapon, putih, ijo, jambe 26, tumpeng ireng, saha dulurania saka sidhan, hartawakna ring paibon, dulurania puspa wangi sakramania.
Artinya :
Buda pahing Kuningan ialah hari pemujaan kepada Bhatara Wisnu, maka upacaranya adalah: sirih dikapuri, putih, hijau, dan pinang 26, disertai tumpeng hitam serta runtutannya menurut kemampuan, dan dihaturkan kepada Bhatara di Paibon, dan disertai pula bunga-bunga harum sebagaimana mestinya.

Saniscara Kliwon Kuningan
tumurun muah wateking Dewata kabeh mwang Sang Dewa Pitra, anyuci laksana neher amuktya banten. Widhiwidana : sege ring selanggi, tebog saha raka dena sangkep, pasucen, canang wangi-wangi saruntutania, agantungana sawen tamyang, mwang gegantungan caniga, ring treptepan sarwa wewalungan. Hawya amuka bebanten kelangkahan tajeg Sanghyang Aditya, asuk juga kawengania, hapan yan tajeg Sanghyang Surya, Dewata amor ring swarga.
Kunang pengaci ning manusa : sesayut prayascita luwih,  ngaran sege jenar, iwak itik putih, nyeneng tetebus, pekenania angeningaken cita nirmala, tan pengating samadi, wehakna pasuguh ring natar pasuguh agung 1.
Artinya :
Pada saniscara kliwon Kuningan, turunlah lagi para Dewata serta Sang Dewa Pitra ( Leluhur ), untuk melakukan pesucian lalu menikmati upacara bebantenan yakni; sege dan selenggi, tebog, serta raka-raka selngkapnya, pebersihan, canang wangi-wangi serta runtutannya, dan menghaturkan sawen tamyang dan gegantungan caniga, sampai pada tempat segala binatang ternak. Janganlah menghaturkan banten setelah lewat tengah hari, melainkan seyogyanyalah pada hari masih pagi, sebab kalau pada tengah hari, Dewa-Dewa telah kembali ke sorga.
Lain daripada itu, yang patut dipakai mndoaka manusia ; sesayut prayascita luwih, yaitu sege jenar, itik putih, penyeneng, tetebus, yang gunanya untuk memohon kesucian pikiran, yang suci bersih dan tidak putus-putusnya melakukan yoga samadi. Juga patut dilakukan pesegehan di natar, yakni segehan agung 1.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG PALING SERING DIBACA