oleh Alm Bapak Gelgel Sudarsana
Keyakinan ke-2 dari Panca Cradha
adalah percaya dengan adanya Atma atau jiwa perorangan. Pengertian atma atau
jiwa (dalam Bhagavad Gita ditulis dengan huruf j) ini tidaklah sesuatu yang
mudah untuk dapat dimengerti bagi mereka yang belum melaksanakan disiplin diri
dalam melakukan tapa, brata, yoga, semadhi. Bagi yang sudah rajin melaksanakan
tapa, brata, yoga, semadhi pun penjelasannya belum tentu benar dalam arti
sesuai seperti kenyataan menurut Tuhan. Akan tetapi, paling tidak penjelasan
yang diberikan sudah mendekati kebenaran dan secara logika manusia dapat
diterima. Hanya orang yang sudah mencapai jiwan mukti yang sudah total bisa
melepaskan pikirannya dari keterikatan dengan duniawilah sanggup menjelaskan
dengan benar sesuai dengan kenyataan, karena mereka sudah dapat melihat yang
sebenarnya atau pratyaksa pramana terhadap hal-hal yang gaib.
Sebenarnya,
apakah yang dimaksud dengan atma dan apakah ada dasar sastranya menurut kitab
suci Weda?
Rgveda VIII.71.11 mengatakan :
Dvita yo-abhud amrto martyesva,
hota mandratmovisi.
Makna dari bait weda di atas
sangatlah tinggi, artinya, di dalam diri manusia ada dua elemen yang berasal
langsung dari Tuhan Yang Maha Pencipta yaitu satu sebagai Tuhan yang terbatas menurut penulis
adalah Roh Suci (antaratman) atau dalam Bhagavad Gita disebut sebagai Saksi
Yang Agung atau atman, dan yang ke-2 adalah sebagai jiwa yang menurut penulis adalah jiwa perorangan yang dalam sehari-hari kita kenal dengan pikiran/kesadaran. Sudah dijelaskan,
bahwa pikiran/kesadaran yang istananya di otak kepala, maka dia disimbulkan
dengan Ongkare sungsang (terbalik). Tugas utama dari manusia dalam menjalani
kehidupan adalah mengendalikan pikiran dari pengaruh Catur Ripu sampai dia
benar-benar terbebas, sehingga tidak ada lagi ego yang berkuasa dan manusia
benar-benar sudah berada pada tingkat kesadaran tertinggi yaitu hidup dalam
kematian dan mati dalam kehidupan, urip sajeroning mati, mati sajeroning urip.
Dalam kitab Sarasmuccaya 80.
dikatakan :
mano hi mulam sarvesamindrayanam
pravartate,
cubhacubhasvavasthasu karyam tat
suvyavasthitam.
Sebab yang disebut pikiran itu,
adalah sumbernya nafsu, ialah yang menggerakkan perbuatan yang baik ataupun
yang buruk; oleh sebab itu , pikirkanlah yang segera patut diusahakan
pengekangannya/pengendaliannya.
Pikiran menurut sloka di atas disebutkan sebagai sumbernya nafsu.
Nafsu untuk berbuat baik, nafsu marah, nafsu birahi, nafsu loba dan nafsu
dengki. Kelima nafsu tersebut disimbolkan oleh Panca Pandawa. Karena pikiran
sebagai sumbernya nafsu adalah maya/gaib, maka dia terbungkus oleh sukma
sarire. Pikiran menjadi nyata ketika diwujudkan oleh badan kasar/ stule sarire
melalui perkataan dan perbuatan, seperti perbuatan baik, memarahi orang,
memperkosa, menumpuk harta yang berlebihan, perbuatan yang sengaja menyinggung
perasaan orang lain karena sirik/dengki. Ketika
manusia mengalami koma (tidak sadar), pikirannya keluar dari kepala
melayang-layang di alam maya, maka prakrti/badan kasar manuisa tidak bisa
berbuat apa-apa walaupun Roh (Saksi Yang Agung) masih berdiam di dalam jantung.
Dalam kontek dengan bhuana alit Pikiran/atma disebut Kawula dan Roh (Saksi Yang
Agung) disebut Gusti/antaratma. Keduanya mempunyai sifat langgeng/abadi karena
mereka berasal dari yang abadi yaitu Tuhan Yang Maha Abadi.